Ketimpangan Global Meningkat, Kelas Menengah Indonesia Ambles Akibat Perang Dagang
Ketimpangan Global Meningkat, Kelas Menengah Indonesia Ambles Akibat Perang Dagang |
ketimpangan ekonomi global kian melebar dalam beberapa tahun terakhir, dan dampaknya kini semakin terasa di dalam negeri. Kelas menengah Indonesia yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi nasional mulai tergerus, menyusul dampak berkepanjangan dari perang dagang antara negara-negara besar dunia.
Perang Dagang Global Membawa Efek Domino
Konflik ekonomi antara Amerika Serikat dan Tiongkok yang terus bereskalasi sejak pandemi COVID-19 berakhir, ditambah dengan ketegangan baru antara blok Barat dan negara-negara BRICS+, menciptakan ketidakpastian pasar global. Tarif impor melonjak, pasokan bahan baku tersendat, dan nilai tukar rupiah menjadi tidak stabil.
“Perang dagang ini mengganggu rantai pasok internasional. Industri dalam negeri, khususnya manufaktur dan UMKM yang bergantung pada bahan impor, terpukul hebat,” ujar Dr. Rina Wibowo, ekonom dari Universitas Indonesia.
Kelas Menengah: Korban yang Tak Terlihat
Data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru menunjukkan bahwa daya beli kelas menengah menurun hingga 15% dalam dua tahun terakhir. Lonjakan harga barang kebutuhan pokok, biaya pendidikan, serta cicilan perumahan dan kendaraan yang terus naik memperburuk situasi.
Dani (38), seorang pegawai swasta di Jakarta, mengaku kini harus mengurangi gaya hidupnya secara drastis. “Dulu saya bisa nabung, traveling setahun dua kali. Sekarang semua uang habis untuk bayar sekolah anak dan kebutuhan harian,” ujarnya.
Fenomena "Kelas Menengah Rapuh"
Fenomena ini disebut para analis sebagai "kelas menengah rapuh" — kelompok yang terlihat mapan namun sangat rentan terhadap guncangan ekonomi. Mereka bukan tergolong miskin, tetapi juga tidak cukup aman secara finansial untuk menghadapi inflasi, PHK, atau krisis global.
“Selama ini kelas menengah menjadi motor konsumsi domestik. Jika kelompok ini lemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa stagnan,” jelas Ardi Nugroho, analis pasar dari INDEF.
Solusi dan Harapan
Pemerintah Indonesia telah mengupayakan sejumlah langkah, seperti subsidi energi, pengendalian harga pangan, serta insentif pajak untuk sektor UMKM. Namun, pengamat menilai langkah-langkah ini belum cukup.
“Yang dibutuhkan adalah reformasi struktural jangka panjang: diversifikasi ekonomi, perlindungan sektor strategis, dan peningkatan kualitas SDM,” kata Rina.
Sementara itu, masyarakat diimbau untuk memperkuat literasi keuangan dan mencari sumber pendapatan alternatif guna menjaga stabilitas ekonomi rumah tangga.