Perang Digital: Indonesia & China Berebut Dominasi Teknologi AI
 |
| Perang Digital: Indonesia & China Berebut Dominasi Teknologi AI |
Di era transformasi digital global, persaingan di ranah kecerdasan buatan (AI) semakin memanas. China sudah sejak lama tampil sebagai kekuatan besar, sementara Indonesia kini berupaya keras agar tidak hanya menjadi pengikut namun juga pemain yang mampu bersaing dan berinovasi. Perseteruan ini bukan hanya soal siapa punya algoritma tercanggih, tapi juga soal data, investasi, kebijakan, dan dampak sosial.
Beberapa langkah strategis China untuk memperkuat dominasinya dalam AI:
-
China telah mendirikan National AI Industry Investment Fund senilai ¥60 miliar (sekitar US$8,2 miliar) untuk memperkuat ekosistem AI lokal, mengurangi ketergantungan terhadap impor chip dan teknologi asing.
-
Peraturan bea cukai dan kontrol terhadap impor chip luar negeri semakin diperketat, khususnya chip AI Nvidia dan chip buatan AS lainnya. Langkah ini bagian dari usaha China untuk mendorong penggunaan chip domestik dan memastikan keamanan teknologi.
-
Perusahaan AI lokal seperti Alibaba (Qwen), DeepSeek, Baidu, Huawei terus meluncurkan model-model AI yang semakin canggih, termasuk model generatif, multimodal, dan aplikasi industri. Persaingan di pasar domestik sangat sengit.
Sementara itu, Indonesia memiliki beberapa inisiatif yang menunjukkan keinginan kuat untuk tidak tertinggal:
-
Pemerintah Indonesia sudah menyusun Strategi Nasional AI dan peta jalan (roadmap) yang melibatkan empat pilar: penguatan kolaborasi, mitigasi risiko, inovasi, serta peningkatan riset dan pengembangan (R&D).
-
Bentuk kerja sama dengan China dalam berbagai proyek, misalnya pembangunan AI Application Cooperation Centre antara instansi Indonesia, Indosat Ooredoo, dan Tsinghua University. Center ini akan fokus kepada aplikasi AI yang sesuai kebutuhan lokal, seperti di sektor pertanian, perikanan, dan layanan publik.
-
Infrastruktur digital terus diperkuat, terutama jaringan 4G/5G di daerah terpencil, agar pemerataan akses teknologi bisa diterapkan.
Beberapa aspek di mana Indonesia dan China bersaing:
| Aspek | Kelebihan China | Tantangan & Potensi Indonesia |
|---|---|---|
| Skala & Dana | China punya sumber daya besar, investasi besar dari pemerintah, dan ekosistem startup yang berkembang pesat. | Indonesia kekurangan dana dibanding China, tapi dengan kerja sama asing dan investasi swasta bisa mempercepat laju. |
| Infrastruktur Teknologi (chip, data center) | China makin mandiri dalam produksi chip dan infrastruktur AI. | Indonesia perlu memperkuat kapasitas lokal untuk semikonduktor, pusat data, dan penyimpanan data agar tidak tergantung pada pihak luar. |
| Regulasi, Etika & Privasi | China menghadapi tantangan regulasi internasional dan isu privasi, tetapi memiliki kontrol pemerintah yang kuat. | Indonesia harus menyeimbangkan inovasi dengan keamanan data, privasi, dan etika agar tidak terjadi penyalahgunaan. |
| Sumber Daya Manusia (SDM) & R&D | Banyak ilmuwan dan engineer, serta institusi riset kuat. | Indonesia sudah membuka peluang pelatihan, kerja sama riset, tetapi perlu tenaga ahli yang lebih banyak, fasilitas riset yang lebih baik, dan dana R&D yang meningkat. |
Perang digital ini bukan hanya perang teknologi; ia berdampak secara ekonomi, sosial, dan geopolitik:
-
Peluang Ekonomi: Peluang investasi asing masuk, pertumbuhan startup AI lokal, serta kesempatan memperoleh manfaat dari AI dalam bidang pertanian, kesehatan, pendidikan.
-
Kedaulatan Data & Keamanan: Penting untuk memastikan data warga Indonesia dikelola secara aman dan tidak menjadi barang ekspor teknologi asing tanpa kontrol.
-
Keadilan Teknologi: Agar masyarakat di daerah terpencil dan kelompok marjinal tidak tertinggal, harus ada distribusi akses infrastruktur dan literasi digital.
-
Kebijakan & Regulasi: Pemerintah perlu regulasi yang jelas mengenai privasi data, keamanan siber, penggunaan AI dalam publik, serta kode etik AI.
China saat ini memiliki keunggulan jelas dalam hal skala, funding, dan kecepatan inovasi teknologinya di bidang AI. Namun, Indonesia memiliki peluang besar jika bisa memanfaatkan kolaborasi strategi, menguatkan R&D lokal, memperluas akses digital, dan menjaga regulasi yang sehat. Perang digital ini bukan menang-kalah semata, tapi bagaimana setiap negara bisa memastikan warganya mendapatkan manfaat maksimal dari teknologi yang terus berkembang.
